Jakarta – Seiring dengan perkembangan teknologi, penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) semakin luas diadopsi oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di seluruh Indonesia. QRIS menawarkan kemudahan dan efisiensi dalam transaksi, namun bukan berarti metode pembayaran tunai menggunakan uang kartal mulai ditinggalkan. Sebaliknya, QRIS hadir sebagai pelengkap dalam sistem pembayaran, tanpa menggantikan metode tunai yang masih memiliki tempat penting di masyarakat.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, Marlison Hakim, menegaskan pentingnya menjaga keberagaman metode pembayaran yang diterima oleh masyarakat.
“Rupiah sendiri dibagi menjadi tiga. Ada uang kartal atau uang tunai, uang elektronik, dan uang digital yang saat ini sedang dalam proses. Sehingga itu hanya masalah caranya saja, tetapi prinsipnya harus diterima oleh masyarakat. Jadi kami mengimbau masyarakat tidak menolak uang tunai,” ujar Marlison.
Penegasan ini juga sejalan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pasal 23 Undang-Undang Mata Uang mengatur bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang diserahkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah, kecuali terdapat keraguan atas keaslian uang tersebut.
Lebih lanjut, Pasal 23 ayat (2) menyatakan bahwa penolakan terhadap Rupiah sebagai alat bayar bisa dikenai pidana dengan hukuman kurungan paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp 200 juta. Ketentuan ini menegaskan bahwa penjual atau pihak manapun tidak dibenarkan menolak transaksi tunai, dan masyarakat berhak menggunakan uang kartal sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI.
Dalam konteks ini, keberadaan QRIS dan uang elektronik lainnya tidak boleh dianggap sebagai pengganti uang tunai, melainkan sebagai alternatif yang memberikan kemudahan dalam bertransaksi. QRIS mempermudah proses pembayaran tanpa perlu membawa uang tunai, tetapi tetap, uang tunai memiliki keunggulan tersendiri yang diakui dan dilindungi oleh undang-undang.
Dengan demikian, masyarakat dan pelaku usaha didorong untuk terus menerima berbagai metode pembayaran, termasuk tunai, guna menjaga kelancaran transaksi dan menghormati ketentuan hukum yang berlaku. QRIS dan uang elektronik lainnya hanyalah alat untuk memperluas pilihan, sementara uang tunai tetap menjadi bagian penting dari sistem pembayaran di Indonesia. (Red)