Bengkulu – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu Isnan Fajri, serta Ajudan Gubernur Evriansyah alias Anca sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dan gratifikasi.
Kasus ini bermula dari laporan terkait pemerasan yang dilakukan Rohidin terhadap sejumlah anak buahnya demi kepentingan politik pribadi untuk Pilgub Bengkulu 2024. Wakil Ketua KPK mengungkapkan bahwa Rohidin memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemprov Bengkulu berinisial SD untuk menyetorkan sejumlah uang dengan ancaman pemecatan jika tidak menuruti perintahnya.
Modus Pemerasan
SD diminta mengumpulkan uang sebesar Rp2,9 miliar, yang sebagian besar berasal dari honor pegawai dan guru tidak tetap di seluruh Provinsi Bengkulu. “Saudara SD juga diminta Saudara RM untuk mencairkan honor pegawai tidak tetap dan guru tidak tetap se-provinsi Bengkulu sebelum tanggal 27 November 2024. Jumlah honor per orang adalah Rp1 juta,” jelas Wakil Ketua KPK dalam konferensi pers, Jumat (22/11/2024).
Selain itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu, SF, diminta menyerahkan uang sebesar Rp200 juta untuk mempertahankan jabatannya. Ancaman serupa juga diarahkan kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), TS, yang diminta menyetor Rp500 juta dengan pernyataan bahwa ia akan diganti jika Rohidin kalah dalam Pilgub 2024.
Peran Ajudan dalam Kasus
Uang yang dikumpulkan dari berbagai kepala dinas tersebut kemudian disetorkan kepada ajudan pribadi Rohidin, Evriansyah alias Anca, yang bertindak sebagai pengelola dana. Dugaan ini semakin memperkuat temuan KPK bahwa kasus ini terorganisir dengan melibatkan sejumlah pejabat tinggi di Pemprov Bengkulu.
Rohidin Tetap Optimis Menang Pilkada
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Rohidin tetap menunjukkan keyakinannya untuk menang dalam Pilgub Bengkulu 2024. Dalam pernyataannya, ia menyebut bahwa kasus ini tidak akan memengaruhi elektabilitasnya di mata masyarakat.
KPK Memperdalam Penyelidikan
KPK menyatakan bahwa kasus ini adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi yang merugikan para pegawai serta mengganggu tata kelola pemerintahan. Penyelidikan lebih lanjut akan dilakukan untuk menelusuri aliran dana serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus ini.
“Perilaku ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin daerahnya,” tutup Wakil Ketua KPK.
Kasus ini menjadi sorotan publik, terutama menjelang Pemilihan Gubernur Bengkulu 2024. Rohidin kini menghadapi tantangan besar, tidak hanya dalam membuktikan dirinya di hadapan hukum tetapi juga mempertahankan dukungan politiknya. (Red)