Jakarta – Mantan Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), baru-baru ini menjadi sorotan dunia setelah namanya dimasukkan dalam daftar finalis pemimpin paling korup tahun 2024 oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Penilaian ini menuai tanggapan keras dari berbagai pihak di Indonesia, termasuk Ketua Umum relawan Jokowi Mania (JoMan), Immanuel Ebenezer.
Ebenezer menilai laporan OCCRP sebagai tuduhan yang tidak berdasar dan menyesatkan. Ia bahkan mencurigai adanya motif propaganda di balik laporan tersebut untuk merusak citra tokoh-tokoh besar Indonesia.
“Ini bukan sebuah sikap terhormat dari sebuah lembaga investigasi, dan saya curiga ini merupakan propaganda untuk menghancurkan tokoh-tokoh Indonesia,” ujar Immanuel Ebenezer dalam keterangannya, Rabu (1/1/2025).
Kontroversi Laporan OCCRP
OCCRP dikenal sebagai lembaga yang kerap mengungkap praktik kejahatan terorganisir dan korupsi di berbagai belahan dunia. Namun, penilaian mereka terhadap Jokowi mendapat kritik tajam dari para pendukungnya. Menurut JoMan, laporan tersebut tidak mencerminkan kenyataan selama Jokowi menjabat sebagai Presiden Indonesia selama dua periode.
Ebenezer juga mempertanyakan kredibilitas dan independensi OCCRP. Ia menegaskan bahwa selama memimpin Indonesia, Jokowi dikenal sebagai sosok yang fokus pada pembangunan dan pemberantasan korupsi.
Reaksi Publik dan Pemerintah
Berita ini memicu reaksi beragam dari masyarakat Indonesia. Sebagian mendukung upaya investigasi yang dilakukan oleh lembaga internasional seperti OCCRP, sementara yang lain mengecam laporan tersebut sebagai fitnah terhadap mantan pemimpin negara.
Hingga kini, pihak Jokowi sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait tuduhan tersebut. Namun, tim relawan dan pendukungnya terus mendesak pemerintah untuk menyelidiki lebih lanjut apakah ada motif politik di balik laporan tersebut.
Dampak Internasional
Masuknya nama Jokowi dalam daftar tersebut juga berdampak pada citra Indonesia di mata dunia. Para pengamat politik internasional menyebut laporan seperti ini dapat mempengaruhi persepsi global terhadap tata kelola pemerintahan di Indonesia, meskipun validitasnya masih diperdebatkan.
Masyarakat kini menunggu klarifikasi resmi dari pihak-pihak terkait, termasuk OCCRP, untuk memberikan penjelasan mendalam mengenai metodologi penilaian yang digunakan. (Red)