Medan – Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko HHIP), Prof. Yusril Ihza Mahendra, dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di Bali, 5-6 Desember 2024, menuai reaksi keras dari berbagai kalangan, khususnya organisasi advokat (OA). Dalam forum tersebut, Yusril menyebut bahwa organisasi advokat merupakan lembaga negara (state organ) dan harus bersifat tunggal seperti institusi negara lainnya, misalnya kepolisian dan kejaksaan.
Pernyataan ini memicu kontroversi di tengah organisasi advokat yang saat ini bersifat majemuk. Salah satu kritik keras datang dari praktisi hukum Yudi Siregar, SH, MH yang bernaung di Organisasi Advokat FERARI Sumut menyatakan bahwa pandangan Yusril tidak mencerminkan netralitasnya sebagai pejabat negara.
“Pernyataan Prof. Yusril tentang organisasi advokat sebagai lembaga negara jelas menciptakan kegaduhan. Sebagai Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, ia seharusnya menjaga netralitas dan tidak berpihak kepada salah satu organisasi advokat tertentu, seperti Peradi di bawah kepemimpinan Otto Hasibuan,” tegas Yudi.
Menurut Yudi, Yusril yang juga tercatat sebagai anggota Peradi Otto Hasibuan dan pemilik kantor hukum Ihza & Ihza seharusnya melepaskan seluruh jabatan di luar tugasnya sebagai Menko HHIP.
“Sebagai pejabat negara, Prof. Yusril tidak seharusnya merangkap jabatan di organisasi advokat tertentu atau menjalankan praktik hukum melalui kantor hukumnya. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan merugikan kepercayaan publik terhadap pemerintah,” tambah Yudi.
Tuduhan Penyalahgunaan Kekuasaan
Yudi Siregar juga menuduh Yusril dan Otto Hasibuan menggunakan jabatan mereka untuk melegitimasi Peradi versi Otto Hasibuan sebagai organisasi advokat tunggal di Indonesia.
“Apa yang dilakukan Prof. Yusril dan Otto Hasibuan adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Mereka memanfaatkan jabatan di pemerintahan untuk mengarahkan legitimasi hanya kepada Peradi Otto Hasibuan, padahal organisasi advokat lainnya juga memiliki legalitas yang diakui,” ujarnya.
Menurut Yudi, sikap ini tidak hanya merugikan demokrasi, tetapi juga membahayakan stabilitas hukum di Indonesia.
“Pandangan bahwa OA harus tunggal adalah cara berpikir inkonstitusional dan anarkis. Ini bertentangan dengan prinsip kebebasan berserikat yang dijamin oleh UUD 1945. Sikap Yusril dan Otto sangat berbahaya bagi negara dan pemerintahan Presiden Prabowo,” tegasnya lagi.
Desakan Pembentukan Aliansi OA
Yudi menyerukan pembentukan aliansi seluruh organisasi advokat untuk melawan sikap diskriminatif tersebut. Ia juga meminta Presiden Prabowo Subianto segera mengambil tindakan tegas dengan mencopot Yusril dan Otto dari jabatan mereka.
“Saatnya semua organisasi advokat bersatu untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Kami mendesak Presiden Prabowo segera mencopot Prof. Yusril Ihza Mahendra dan Otto Hasibuan dari jabatan mereka, karena jelas mereka menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan mencederai keadilan,” katanya.
Hingga berita ini diterbitkan, baik Yusril Ihza Mahendra maupun Otto Hasibuan belum memberikan tanggapan resmi atas kritik yang dilontarkan. Namun, kontroversi ini telah membuka wacana tentang perlunya reformasi dalam pengelolaan organisasi advokat untuk memastikan independensi dan netralitas hukum di Indonesia. (Red)