Padangsidimpuan – Jaksa Jovi Andrea Bachtiar menghadapi tuntutan dua tahun penjara setelah memviralkan dugaan penyalahgunaan kendaraan dinas staf Kejaksaan Negeri (Kejari) Tapanuli Selatan untuk kepentingan pribadi. Kasus ini bermula dari laporan Nella Marsella (26), staf Kejari Tapsel, yang melaporkan Jovi dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pada Mei 2024. Akibatnya, Jovi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Tapanuli Selatan pada Agustus 2024.
Perkara ini menarik perhatian publik karena Jovi, seorang jaksa, justru harus berhadapan dengan tuntutan pidana dari korps Adhyaksa sendiri. Proses persidangan Jovi yang berlangsung di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan telah berjalan sekitar dua bulan, dimulai sejak 19 September 2024. Selama rangkaian persidangan, majelis hakim memeriksa berbagai saksi, termasuk saksi ahli, saksi fakta, serta saksi meringankan (a de charge) yang dihadirkan oleh pihak Jovi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Jovi telah menyerang kehormatan atau nama baik Nella Marsella dengan cara menuduhkan penyalahgunaan kendaraan dinas secara terbuka melalui media elektronik. Dalam tuntutan yang dilampirkan di laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Padangsidimpuan, JPU menyebutkan bahwa Jovi dengan sengaja menyebarkan informasi yang menyerang kehormatan Nella melalui sistem elektronik, yang diduga melanggar Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan atas UU ITE.
“Terdakwa JOVI ANDREA BACHTIAR, S.H., terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain melalui informasi elektronik,” tulis tuntutan JPU. Adapun tuntutan JPU meminta agar Jovi dihukum dua tahun penjara, dikurangi masa penangkapan dan penahanan, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan. Selain itu, Jovi juga dikenakan denda sebesar Rp100 juta, yang jika tidak dibayarkan, akan digantikan dengan kurungan selama enam bulan.
Barang bukti yang disita oleh pihak Kejaksaan meliputi ponsel milik pelapor, Nella Marsella, yang diduga digunakan untuk mengumpulkan bukti dalam kasus ini.
Kasus ini memicu pro dan kontra di kalangan publik, sebagian mempertanyakan penggunaan UU ITE dalam menangani masalah internal institusi yang dianggap seharusnya dapat diselesaikan secara internal tanpa melibatkan hukuman pidana. (Red)